Kriptografi : Pendahuluan dan Sejarah Algoritma AES

Pendahuluan AES
Advanced Encryption Standard (AES) merupakan algoritma cryptographic yang dapat digunkan untuk mengamakan data. Algoritma AES adalah blok chipertext simetrik yang dapat mengenkripsi (encipher) dan dekripsi (decipher) infoermasi. Enkripsi merubah data yang tidak dapat lagi dibaca disebut ciphertext; sebaliknya dekripsi adalah merubah ciphertext data menjadi bentuk semula yang kita kenal sebagai plaintext. Algoritma AES is mengunkan kunci kriptografi 128, 192, dan 256 bits untuk mengenkrip dan dekrip data pada blok 128 bits.

AES (Advanced Encryption Standard) adalah lanjutan dari algoritma enkripsi standar DES (Data Encryption Standard) yang masa berlakunya dianggap telah usai karena faktor keamanan. Kecepatan komputer yang sangat pesat dianggap sangat membahayakan DES, sehingga pada tanggal 2 Maret tahun 2001 ditetapkanlah algoritma baru Rijndael sebagai AES. Kriteria pemilihan AES didasarkan pada 3 kriteria utama yaitu : keamanan, harga, dan karakteristik algoritma beserta implementasinya. Keamanan merupakan faktor terpenting dalam evaluasi (minimal seaman triple DES), yang meliputi ketahanan terhadap semua analisis sandi yang telah diketahui dan diharapkan dapat menghadapi analisis sandi yang belum diketahui. Di samping itu, AES juga harus dapat digunakan secara bebas tanpa harus membayar royalti, dan juga murah untuk diimplementasikan pada smart card yang memiliki
ukuran memori kecil. AES juga harus efisien dan cepat (minimal secepat Triple DES) dijalankan dalam berbagai mesin 8 bit hingga 64 bit, dan berbagai perangkat lunak. DES menggunakan stuktur Feistel yang memiliki kelebihan bahwa struktur enkripsi dan dekripsinya sama, meskipun menggunakan fungsi F yang tidak invertibel. Kelemahan Feistel yang utama adalah bahwa pada setiap ronde, hanya setengah data yang diolah. Sedangkan AES menggunakan struktur SPN (Substitution Permutation Network) yang memiliki derajat paralelisme yang lebih besar, sehingga diharapkan lebih cepat dari pada Feistel. 

Kelemahan SPN pada umumnya (termasuk pada Rijndael) adalah berbedanya struktur enkripsi dan dekripsi sehingga diperlukan dua algoritma yang berbeda untuk enkripsi dan 20dekripsi. Dan tentu pula tingkat keamanan enkripsi dan dekripsinya menjadi berbeda. AES memiliki blok masukan dan keluaran serta kunci 128 bit. Untuk tingkat keamanan yang lebih tinggi, AES dapat menggunakan kunci 192 dan 256 bit. Setiap masukan 128 bit plaintext dimasukkan ke dalam state yang berbentuk bujursangkar berukuran 4×4 byte. State ini di- XOR dengan key dan selanjutnya diolah 10 kali dengan subtitusi-transformasi linear-Addkey. Dan di akhir diperoleh ciphertext. Berikut ini adalah operasi Rijndael (AES) yang menggunakan 128 bit kunci:

•    Ekspansi kunci utama (dari 128 bit menjadi 1408 bit)
•    Pencampuran subkey.
•    Ulang dari i=1 sampai i=10 Transformasi : ByteSub (subtitusi per byte) ShiftRow
     (Pergeseren byte perbaris) MixColumn (Operasi perkalian GF(2) per kolom)
•    Pencampuran subkey (dengan XOR)
•    Transformasi : ByteSub dan ShiftRow
•    Pencampuran subkey Kesimpulan yang didapat adalah :
  • AES terbukti kebal menghadapi serangan konvensional (linear dan diferensial attack) yang menggunakan statistik untuk memecahkan sandi.
  • Kesederhanaan AES memberikan keuntungan berupa kepercayaan bahwa AES tidak ditanami trapdoor.
  • Namun, kesederhanaan struktur AES juga membuka kesempatan untuk mendapatkan persamaan aljabar AES yang selanjutnya akan diteliti apakah persamaan tersebut dapat dipecahkan

•    Bila persamaan AES dapat dipecahkan dengan sedikit pasangan plaintext/ciphertext, maka riwayat AES akan berakhir.
•    AES didesain dengan sangat hati-hati dan baik sehingga setiap komponennya memiliki tugas yang jelas
•    AES memiliki sifat cipher yang diharapkan yaitu : tahan menghadapi analisis sandi yang diketahui, fleksibel digunakan dalam berbagai perangkat keras dan lunak, baik digunakan untuk fungsi hash karena tidak memiliki weak(semi weak) key, cocok untuk perangkat yang membutuhkan key agility yang cepat, dan cocok untuk stream cipher.

Sejarah AES
Pada rahun 1997, National Institute of Standard and Technology (NIST) of United States mengeluarkan Advanced Encryption Standard (AES) untuk menggantikan Data Encryption Standard (DES). AES dibangun dengan maksud untuk mengamankan pemerintahan diberbagi bidang. Algoritma AES di design menggunkan blok chiper minimal dari blok 128 bit input dan mendukung ukuran 3 kunci (3-key-sizes), yaitu kunci 128 bit, 192 bit, dan 256 bit. Pada agustus 1998, NIST mengumumkan bahwa ada 15 proposal AES yang telah diterima dan dievaluasi, setelah mengalami proses seleksi terhadap algoritma yang masuk, NIST menumumkan pada tahun 1999 bahwa hanya ada 5 algoritma yang diterima, algoritma tersebut adalah :
  1. MARS
  2. RC6
  3. Rijndael
  4. Serpent
  5. Twofish


Algoritma-algoritma tersebut manjalani berbagai macam pengetesan. Pada bulan oktober 2000, NIST mengumumkan bahwa Rijndael sebagai algoritma yang terpilih untuk standar AES yang baru. Baru pada februari 2001 NIST mengirimkan draff kepada Federal Information Processing Standards (FIPS) untuk standar AES. Kemudian pada 26 November 2001, NIST mengumumkan produk akhir dari Advanced Encryption Standard.

Sumber : 
http://saadus.files.wordpress.com/2011/11/des-dan-aes.pdf

Comments

Post a Comment

Popular Posts